Books Free Download Selimut Debu
Selimut Debu Paperback | Pages: 468 pages
Rating: 4.21 | 1738 Users | 231 Reviews

Itemize Out Of Books Selimut Debu

Title:Selimut Debu
Author:Agustinus Wibowo
Book Format:Paperback
Book Edition:Deluxe Edition
Pages:Pages: 468 pages
Published:January 12th 2010 by PT Gramedia Pustaka Utama
Categories:Travel. Nonfiction. Asian Literature. Indonesian Literature

Chronicle Concering Books Selimut Debu

Selimut Debu akan membawa Anda berkeliling “negeri mimpi"—yang biasa dihadirkan lewat gambaran reruntuhan, korban ranjau, atau anak jalanan mengemis di jalan umum—sambil menapaki jejak kaki Agustinus yang telah lama hilang ditiup angin gurun, namun tetap membekas dalam memori. Anda akan sibuk naik-turun truk, mendaki gunung dan menuruni lembah, meminum teh dengan cara Persia, mencari sisa-sisa kejayaan negara yang habis dikikis oleh perang dan perebutan kekuasaan, sekaligus menyingkap cadar hitam yang menyelubungi kecantikan “Tanah Bangsa Afghan” dan onggokan debu yang menyelimuti bumi mereka. Bulir demi bulir debu akan membuka mata Anda pada prosesi kehidupan di tanah magis yang berabad-abad ditelantarkan, dijajah, dilupakan—sampai akhirnya ditemukan kembali.

“As a backpacker, Agustinus has taken several routes in his journey which other travelers would have most likely avoided.” -The Jakarta Post

“Agustinus tak ingin hanya menjadi penonton isi dunia. Ia mau terlibat sepenuhnya dalam perjalanan itu. Ia tak sekadar melihat pemandangan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga mengenal budaya dan berinteraksi dengan masyarakat setempat.” - Kompas

Point Books Supposing Selimut Debu

Original Title: Selimut Debu ISBN13 9789792252859
Edition Language: Indonesian

Rating Out Of Books Selimut Debu
Ratings: 4.21 From 1738 Users | 231 Reviews

Assess Out Of Books Selimut Debu
Identitas, tak peduli walau memiliki postur, wajah & bahasa yang mirip jika konsep identitas berbeda, maka darahnya dapat dihalalkan. Miris..

Aduh kasihannya perempuan-perempuan Malaysia ini, harus bekerja. Aduh kasihannya, mengapa para suami tidak bekerja untuk mereka. Aduh, kasihan betul.Kalimat tadi dilontarkan beberapa perempuan Afghanistan saat disodorkan foto-foto perempuan Malaysia yang sibuk bekerja di pabrik dan sawah. Kaum perempuan di Pastun dari Kandahar, satu wilayah di Afghanistan, sudah terbiasa hidup nyaman tersembunyi di sudut rumah dan di balik burqa. Hidup nyaman di bawah ketiak suami. Tak perlu lagi bekerja atau

Buku ini aku dapatkan tidak dengan sengaja. Di sebuah stasiun kereta yang padat dengan penumpang yang mengumpat, memburu dan terkantuk karena membunuh waktu. Tidak berbeda denganku, dikala kekesalan dan kekecewaan melanda, buku ini ibarat oase ditengah gurun yang panas. Sampul luarnya biasa saja, warna kecoklatan dengan siluet gambar orang-orang bersurban mengendarai kuda bertuliskan judul "selimut debu". Tidak ada yang spesial. Awalnya aku mengira buku ini adalah buku tentang peperangan atau

Buku pertama karya Agustinus Wibowo yang aku baca, mengundang minat membacanya justru setelah melihat review buku terbaru beliau di goodreads yang banyak memuji dan memuja. Tapi tentu kurang elok jika langsung membaca buku ketiga karya Agustinus karena sepertinya ketiga buku tersebut memiliki keterkaitan. Membaca kisah perjalanan Agustinus ke negara yang cukup membuat gentar memberikan kesan kengerian, kesedihan dan hal-hal lain yang tentunya tidak berkaitan dengan keriaan. Bahkan hal-hal yang

Ini adalah buku pertama mengenai catatan perjalanan yang saya baca dan saya hanyut ke dalamnya, menjelajah negeri yang terkenal dengan perang dan Taliban.Buku ini tak hanya menyajikan cerita perjalanan si penulis namun juga adat-istiadat, keadaan geografis dan juga sejarah. Membuat saya memahami sisi lain dari Afghanistan.Selama membaca buku ini perasaan serasa diaduk-aduk dengan keadaan yang diceritakan, ngeri berbalut kasihan. Namun timbul juga dalam benak bahwa Afghanistan sebenarnya adalah

Dari Kursi di baris ketigadi depan sanaia bersenandunghanya dua baitmengenai kelelahanmengenai kecintaanmengenai tanah airdari sini, di kursi pada baris ketiga saya mendengarnya berbicaradengan bibirnya saya berkelanake kota-kota tak terjamah anganmasuk ke dalam tiap hati penghuninyajauh dari nada sumbang berselimutkan kapitalisdengan matanya saya menjelajahhingga menuju surga tak terjangkau mimpitertutup lembah bagai sangkarmenikmati warna dari tiap wajahyang garis beda nya menegaskan batas,

Akhirnya saya menyelesaikan ini. Titik nol, garis batas, dan sekarang selimut debu. Saya suka semuanya. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya merasa iri dengan keberanian penulis untuk melakukan perjalanan. Rasanya jauh sekali, tapi saya selalu berharap dapat melakukan perjalanan saya sendiri nantinya Buku yang sangat inspiratif. Saya suka sekali.